Menanti Ketuk Palu MK dalam Gugatan Syarat Usia Capres-Cawapres

Milenialnusnatara.id – Aturan tentang syarat usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ramai-ramai digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Sedikitnya, hingga kini, MK mencatat 12 perkara uji materi terhadap aturan ini. Para pemohon mempersoalkan Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang berbunyi, “Persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah: berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun”.

Gugatan para pemohon ke MK beragam. Ada yang meminta MK mengubah syarat minimal usia capres-cawapres menjadi 21 sampai 65 tahun, membatasi syarat usia capres maksimal 70 tahun, ada pula yang meminta MK menurunkan syarat usia minimal capres-cawapres menjadi 25 tahun dan 35 tahun.

Selain itu, ada pemohon yang meminta MK membolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden, asal sudah pernah menjabat sebagai kepala daerah.

Pemohon perkara ini, mulai dari kalangan mahasiswa, pengacara, kepala daerah, hingga politisi sejumlah partai politik. Gugatan pertama terhadap aturan ini diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang teregistrasi pada 16 Maret 2023 dengan nomor 29/PUU-XXI/2023.

Gugatan kedua diajukan oleh Partai Garuda pada 9 Mei 2023 yang teregistrasi dengan nomor 51/PUU-XXI/2023. Gugatan selanjutnya diajukan oleh Wali Kota Bukittinggi Erman Safar, Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak, Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor, dan Wakil Bupati Mojokerto Muhammad Al Barra pada 17 Mei 2023 dengan nomor 55/PUU-XXI/2023.

Jika dihitung sejak gugatan pertama diajukan, proses uji materi terhadap syarat usia capres-cawapres sudah berlangsung selama 6 bulan. Namun, hingga kini, MK belum juga mengetuk palu putusan. Padahal, putusan MK ini krusial bagi proses pemilu presiden, lantaran menentukan nasib seseorang untuk melaju ke panggung pemilihan.

Kurang anggaran?

Lamanya MK memutus uji materi syarat usia capres-cawapres sempat dipersoalkan oleh anggota Komisi III DPR RI Johan Budi. Dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi III DPR RI, Kamis (31/8/2023), Johan bahkan menyinggung soal ketersediaan anggaran MK.

“Ini ada kaitannya dengan anggaran, Pak. Apakah, anggarannya kurang Pak? Sehingga, ada putusan putusan JR (judicial review) yang berakibat cukup pro dan kontra di publik itu tidak diputus-putus pak oleh Mahkamah Konstitusi,” kata Johan dalam rapat.

Johan meyakini hakim MK memiliki integritas dan independensi tinggi. Namun, ia bingung mengapa independensi dan integritas itu seolah tidak bisa membuat MK segera memutus gugatan usia minimal capres-cawapres.

Johan bilang, jika MK lama memutus perkara ini, publik bisa berasumsi macam-macam. Menurutnya, bisa saja MK dinilai mengambangkan perasaan publik karena perkara yang ditangani berkaitan dengan pemilu.

Jika akar masalahnya memang terkait anggaran, kata Johan, pihaknya bakal memberikan dukungan agar proses uji materi di MK tak terhambat.

“Karena ini omong soal anggaran, tentu kita akan mendukung sepenuhnya penambahan anggaran di Mahkamah Konstitusi agar cepat di Mahkamah Konstitusi memutuskan ya saya kira semua perkara lah,” ujar Johan.

“Sehingga tujuan dibentuknya Mahkamah Konstitusi itu bisa menjadi harapan publik pada umummya,” pungkas politikus PDI Perjuangan itu. Sederhana Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD juga turut bicara soal uji materi syarat minimal usia capres-cawapres.

Dia berharap MK segera memutus perkara tersebut. Apalagi, Komisi Pemilihan Umum (KPU) berencana memajukan masa pendaftaran capres-cawapres Pemilu 2024 menjadi 10 Oktober 2023.

”Mudah-mudahan segara diputus sajalah. Sebenarnya (perkara itu), kan, gampang,” kata Mahfud saat ditemui di sela-sela kunjungannya ke pameran lukisan Sujiwo Tejo-Nasirun, Sabtu (9/9/2023), di Bentara Budaya Jakarta (BBJ).

Menurut Mahfud, ihwal usia minimal capres dan cawapres sebenarnya masalah yang sederhana. Bahkan, proses uji materinya bisa hanya sehari. Apa pun putusan yang kelak dijatuhkan, kata Mahfud, MK harus menyampaikan penjelasan dengan terang benderang supaya tak dianggap diskriminatif.

”Oleh sebab itu, dalam ilmu konstitusi, itu namanya open legal policy. Yang begitu itu bukan (urusan) pengadilan, tetapi penerapan hukum oleh lembaga legislatif. Kalau legislatif mau, bisa sidang sehari. Bisa selesai, kok. Tapi kalau MK mau memutus lain, MK punya kewenangan memutus setiap sengketa yang dia anggap untuk menegakkan konstitusi. Terserah dia (MK). Ada aspek yuridis, ada aspek etis,” jelas mantan Ketua MK itu.

Saat ditanya kapan putusan MK tersebut sebaiknya diberlakukan (pemilu 2024 atau yang akan datang), Mahfud mengungkapkan, secara etik, apabila sebuah putusan akan menguntungkan seseorang, biasanya akan diberlakukan pada periode berikutnya.

”Di mana-mana. Terutama kalau (putusannya) menyangkut hakim MK sendiri atau pejabat politik tertentu yang diuntungkan,” kata Mahfud.

“Dahulu Pak SBY memberi contoh, ketika gaji pegawai naik, gaji presiden harus naik. Itu draf (kenaikan gaji) bertahun-tahun ada di meja Pak SBY. Pak SBY bilang, saya tidak mau tanda tangani ini karena nanti dikira saya yang mau mengambil. Kecuali (aturan itu) diberlakukan tahun berikutnya. Itu etika di dunia politik, terutama di dunia pembuatan dan penegakan hukum,” lanjutnya.

Mahfud menambahkan, pemerintah menyerahkan sepenuhnya kepada MK apa pun putusan yang akan diambil dalam perkara tersebut. ”Kita manut saja. Karena itu tidak mengganggu proses pemilu,” tegasnya.

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman memberikan keterangan pers usai menghadiri pengucapan sumpah hakim MK Guntur Hamzah di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (23/11/2022). (KOMPAS.com/Ardito Ramadhan)

Tinggal putusan

Terbaru, Ketua MK Anwar Usman mengatakan, pemeriksaan terhadap uji materi usia minimal capres dan cawapres dalam UU Pemilu sudah selesai. Katanya, putusan atas gugatan aturan tersebut tinggal diumumkan oleh MK.

“Insya Allah pemeriksaannya sudah selesai, tinggal menunggu putusan,” kata Anwar saat memberikan kuliah umum di Universitas Islam Sultan Agung, Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (9/9/2023).

Lantaran putusan terhadap uji materi aturan ini belum diketok, Anwar enggan bicara lebih lanjut. Namun, adik ipar Presiden Joko Widodo itu sempat menyinggung soal banyaknya anak muda yang menjadi seorang pemimpin sejak zaman Nabi Muhammad SAW.

“Saya sudah kasih contoh tadi, bagaimana Nabi Muhammad mengangkat seorang panglima perang umurnya belasan tahun. Lalu, Muhammad Alfatih yang melawan kekuasaan Byzantium, mendobrak Konstantinopel, sekarang menjadi Istanbul, usianya berapa? 17 tahun,” ujarnya.

Anwar juga mencontohkan Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak yang mengemban jabatan di usia 42 tahun. Ada juga pemimpin di sejumlah negara lain yang usianya masih terbilang muda. Meski demikian, Anwar enggan pernyataannya ini dikaitkan dengan putusan MK. Dia bilang, ini hanya pendapat pribadi.

“Sekali lagi saya tidak mau berbicara lebih jauh mengenai batas usia capres-cawapres, tunggu putusan MK. Itu pendapat pribadi yang tentu saja bukan hanya adinda saja yang berpendapat seperti itu,” katanya.

Anwar menambahkan, apa pun putusan MK ke depan, pasti akan muncul pro dan kontra. Dia menyebut, putusan MK tak bisa menyenangkan semua pihak.

“Sampai kapan pun, termasuk sampai dunia kiamat pun, tidak ada sebuah putusan hakim yang memuaskan semua pihak. Itu sudah pasti pro kontra pasti ada,” tutur dia.(*)

spot_img
Populer
Berita Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here