Milenialnusantara.id – Desa Pangandaran di Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, menjadi salah satu wilayah yang diusulkan untuk mendapatkan pengakuan sebagai Desa Tsunami Ready dari Unesco IOC. Pengakuan dari badan internasional itu menjadi penting lantaran Desa Pangandaran merupakan salah satu wilayah yang banyak dikunjungi wisatawan, baik wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pangandaran, Kustiman, mengatakan, Desa Pangandaran telah mendapatkan pengakuan sebagai wilayah yang memiliki kesiapsiagaan menghadapi bencana tsunami secar nasional. Karena itu, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) merekomendasi Desa Pangandaran untuk mendapatkan pengakuan internasional.
“BMKG dan kepala desa mengusulkan untuk mendapatkan pengakuan Tsunami Ready dari Unesco. Jadi, kemarin tim dari Unesco melakukan verifikasi lapangan untuk memastikan kriteria yang menjadi syarat,” katanya dilansir dari Republika, Senin (19/9/2022).
Menurut dia, verifikasi itu dilakukan selama dua hari, yaitu pada Sabtu (17/9/2022) dan Ahad (18/9/2022). Terdapat 12 kriteria yang menjadi syarat untuk menjadi Desa Tsunami Ready versi Unesco IOC yang diverifikasi.
Head of Indian Ocean Tsunami Information Center dari Unesco IOC, Ardito M Kodijat, 12 kriteria yang mesti dipenuhi untuk mendapatkan pengakuan Tsunami Ready antara lain, di desa tersebut terdapat peta bahaya tsunami dan data jumlah penduduk di wilayah rawan. Selain itu, desa juga harus memiliki informasi sumber daya penanganan dan penanggulangan bencana.
Dia menambahkan, kriteria yang harus dipenuhi lainnya adalah, di desa tersebut harus ada peta evakuasi tsunami, serta papan informasi kepada masyarakat. “Apalagi di sini desa wisata, jadi perlu banyaj papan informasi untuk masyarakat,” ujar Ardito.
Beberapa kriteria lainnya adalah, desa harus memiliki materi kesiapsiagaan, melakukan kegiatan sosialisasi kesiapsiagaan minimal tiga kali dalam setahun, dan memiliki command center. Terakhir, desa juga harus dapat menerima peringatan dini selama 24 jam dalam dan menyebarkan informasi selama 24 jam dalam sehari.
Meningkatkan kepercayaan wisatawan
Menurut Ardito, apabila Desa Pangandaran mendapat pengakuan dari Unesco IOC sebagai Desa Tsunami Ready, wilayah itu akan masuk sebagai peta global dalam mitigasi tsunami. Selain itu, tingkat kepercayaan dari wisatawan jadi lebih tinggi.
“Jadi mereka merasa lebih aman datang ke sini dibanding ke desa lain,” kata dia.
Tak hanya itu, Ardito mengatakan, Desa Pangandaran juga akan menjadi salah satu rujukan dalam penanggulangan bencana tsunami di dunia internasional. Artinya, akan ada peluang masyarakat internasional belajar ke Desa Pangandaran dalam memupuk kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana tsunami.
Terakhir, masyarakat dapat lebih mudah bekerja sama dengan pihak terkait dalam meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi bencana tsunami. “Misalnya, pihak-pihak seperti hotel akan ikut mendukung untuk lebih siaga tsunami di desa tersebut,” ujar Ardito.
Bupati Pangandaran, Jeje Wiriadinata, mengatakan, pengakuan dari dunia internasional sangat penting untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat yang ingin berkunjung ke Desa Pangandaran. Apalagi, Desa Pangandaran merupakan salah satu wilayah yang menjadi objek wisata utama di Kabupaten Pangandaran.
“Jadi pengakuan itu juga akan meningkatkan kepercayaan wisatawan ke Pangandaran. Yang lebih penting juga, masyarakat dapat hidup berdampingan dengan bencana. Ketika ada bencana, bisa melakukan penanganan,” kata Jeje
Kustiman mengatakan, sejauh ini baru ada satu desa di Kabupaten Pangandaran yang benar-benar siap untuk dijadikan sebagai Desa Tsunami Ready. Sementara jumlah desa yang terletak di pesisir pantai wilayah Kabupaten Pangandaran mencapai belasan.
“Ini memang baru di Desa Pangandaran. Sementara desa yang berada di pesisir pantai wilayah Kabupaten Pangandaran cukup banyak. Ada sekitar 15 desa,” kata dia.
Menurut dia, tidak mudah memenuhi 12 kriteria yang dijadikan syarat Desa Tsunami Ready. Salah satunya alasannya adalah budaya masyarakat di desa tersebut.
Namun, BPBD Kabupaten Pangandaran terus berkolaborasi dengan akademisi untuk menjadikan wilayah lain sebagai Desa Tsunami Ready. “Kemarin tim dari ITB sudah melakukan penelitian untuk Desa Batukaras (Kecamatan Cijulang). Harapannya mah semua desa bisa siaga. Jadi ketika ada kejadian tsunami, semua sudah siap,” ujar dia.
Kustiman, peningkatan kesiapsiagaan juga tak bisa dilakukan dengan mengandalkan semangat daerah. Lebih dari itu, pemerintah pusat juga dinilai harus membantu terkait infrastrukturnya.
Menurut dia, masalah kesiapsiagaan tsunami banyak terkendala dari alat pendeteksi dini atau early warning system (EWS). Saat ini, jumlah EWS yang dapat beroperasi di Kabupaten Pangandaran hanya tersisa dua unit, dari lima unit yang pernah dipasang. Dua unit EWS yang masih berfungsi itu beradai di Pantai Pangandaran dan Pantai Batu Hiu.
“Sisanya rusak karena angin laut dan karat,” kata dia.
Kustiman menilai, idealnya setiap desa harus memiliki satu EWS. Namun, pemerintah daerah disebut kesulitan untuk menyediakan EWS.
“Kalau mengandalkan APBD itu sulit. Karena satu unit itu harganya sekitar Rp 4 miliar,” ujar dia.